Kesenianadalah ekspresi dari perpaduan kebudayaan dan juga isu sosial yang akhirnya terwujud dalam sebuah karya Mural Khas Indonesia vs Street Art Negara-Negara Eropa Halaman 1 - tunggu
Seratdari Hewan, Serat yang berasal dari hewan banyak disukai oleh negara-negara Eropa. Serat tersebut memiliki tekstur yang lembut dan halus, Sifat serat hewan menghangatkan sehingga orang-orang yang tinggal di daerah musim dingin sangat memanfaatkan serat ini. Bagian hewan yang dimanfaatkan seratnya adalah bulu.
Negaranegara di Eropa memiliki pendapatan perkapita yang tinggi. SEBAB Pendidikan di negara-negara Eropa kualitasnya sangat baik.
Peminattempe dari luar negeri sangat menyukai produk kedelai tersebut karena menurut mereka memiliki tekstur seperti daging dengan aroma jamur. Para vegetarian di dunia sangat menikmati tempe. Dalam manuskrip Serat Centhini ditemukan bahwa masyarakat Jawa pada abad ke-16 telah mengenal tempe. Kata tempe disebutkan sebagai hidangan bernama
SeratTujuan Pembelajaran Setelah mempelajari bab ini, siswa mampu: 1. menjelaskan keragaman karya kerajinan dari bahan serat sebagai ungkapan rasa bangga dan wujud rasa syukur kepada Tuhan dan bangsa, 2. memahami pengertian, sejarah, jenis, sifat, dan karakteristik dari bahan serat berdasarkan rasa ingin tahu dan peduli lingkungan,
BNewsNGABLAK— Kerajinan serat alam berbahan baku mendong lereng merbabu ini diexspor hingga luar negeri. Berpusat di Dusun Klabaran Desa Sumberejo Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang kerajian ini diproduksi. Salah satu pengrajin mendong, Suratman mengatakan kerajinan ini telah di ekspor ke beberapa negara antara lain Jerman dan Belanda.
Henepadalah serat yang diperoleh dari batang tanaman Cannabis Sativa. Serat henep telah digunakan sejak zaman pra sejarah di Asia dan Timur Tengah. Saat ini negara utama penghasil henep adalah Rusia, Italia dan Yugoslavia. Tanaman Henep menghasilkan cairan yang mengandung narkotik marijuana. Sehingga dibeberapa daerah penanaman henep dilarang.
KPhRgjm. JAKARTA – Tempe, makanan khas Indonesia yang sudah go internasional merupakan produk olahan fermentasi dari kedelai. Tempe goreng memiliki aroma kacang yang menggiurkan dengan tekstur yang garing kerap disajikan sebagai makanan utama ataupun cemilan. Tak hanya mengenyangkan, berdasarkan hasil penelitian, tempe diketahui dapat meningkatkan kesehatan karena mengandung antimikroba, antioksidan, dan mencegah diare. Peminat tempe dari luar negeri sangat menyukai produk kedelai tersebut karena menurut mereka memiliki tekstur seperti daging dengan aroma jamur. Para vegetarian di dunia sangat menikmati makanan fermentasi tersebut. Sejarah dan Perkembangan Tempe Banyak makanan tradisional berbahan baku kedelai berasal dari China. Sebut saja tahu, kecap, dan tauco. Selain itu, Jepang juga memiliki produk fermentasi dari kedelai seperti miso dan Shoyu. Sejak berabad-abad silam makanan tradisional ini sudah dikenal oleh masyarakat Jawa, khususnya di Yogyakarta dan Surakarta. Dalam manuskrip Serat Centhini ditemukan bahwa masyarakat Jawa pada abad ke-16 telah mengenal “tempe”.sejarah tempe di IndonesiaTempe merupakan makanan khas Nusantara./WikipediaKata tempe disebutkan sebagai hidangan bernama jae santen tempe sejenis masakan tempe dengan santan dan kadhele tempe serundeng. Kata “tempe” diduga berasal dari bahasa Jawa Kuno. Pada masyarakat Jawa Kuno terdapat makanan berwarna putih terbuat dari tepung sagu yang disebut tumpi. Makanan bernama tumpi tersebut terlihat memiliki kesamaan dengan tempe segar yang juga berwarna putih. Boleh jadi, ini menjadi asal muasal dari mana kata 'tempe' berasal. Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50 persen dari konsumsi kedelai Indonesia dijadikan untuk memproduksi tempe, 40 persen tahu, dan 10 persen dalam bentuk produk lain seperti tauco, kecap, dan lain-lain. Konsumsi tempe rata-rata per orang per tahun di Indonesia saat ini diperkirakan mencapai sekitar 6,45 masyarakat Indonesia mengkonsumsi tempe sebagai panganan pendamping nasi. Dalam perkembangannya, tempe diolah dan disajikan sebagai aneka panganan siap saji yang diproses dan dijual dalam kemasan. Kripik tempe, misalnya, adalah salah satu contoh panganan populer dari tempe yang banyak dijual di pasar. Tempe di Luar Indonesia Penyebaran tempe telah meluas menjangkau berbagai kawasan. Masyarakat Eropa cukup lama mengenal tempe. Imigran asal Indonesia yang menetap di Belanda memperkenalkan tempe kepada masyarakat Eropa. Melalui negara kincir angin, keberadaan tempe menyebar ke negara Eropa lain seperti Belgia dan Jerman. Tercatat, tempe cukup populer di Eropa sejak tahun 1946. Di Amerika Serikat, tempe populer sejak pertama kali dibuat oleh Yap Bwee Hwa pada tahun 1958. Yap Bwee Hwa merupakan orang Indonesia yang pertama kali melakukan penelitian ilmiah mengenai tempe. Di Jepang, tempe diteliti sejak tahun 1926 dan mulai diproduksi secara komersial sekitar tahun 1983. Sejak tahun 1984 sudah tercatat terdapat beberapa perusahaan tempe di Eropa, di Amerika, dan di Jepang. Di beberapa negara seperti Selandia Baru, India, Kanada, Australia, Meksiko, dan Afrika Selatan, tempe juga dikenal, sekalipun di kalangan terbatas. Melansir dari jurnal Fermented Foods in Health and Disease Prevention, penelitian Mani dan Ming pada 2017 menunjukkan bahwa diantara produk kedelai, tempe dianggap sebagai sumber yang paling baik untuk protein, vitamin, antioksidan, fitokimia, dan zat bermanfaat bioaktif lainnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
- Uni Eropa sangat memperhatikan nasib petaninya, yang menjadi penerima manfaat terbesar dari Kebijakan Pertanian Bersama atau Common Agricultural Policy CAP. Pada dasarnya, kebijakan ini mengatur subsidi langsung untuk pendapatan petani. Namun, CAP tidak terbebas dari kritik dan kontroversi. Anggarannya yang bombastis dinilai kurang efektif untuk pemerataan kesejahteraan petani dan menjaga lingkungan. Dampak CAP terhadap industri pertanian di negara-negara berkembang pun turut dipertanyakan. Keterbatasan pangan menjadi salah satu cobaan terberat yang dihadapi Eropa setelah ekonominya luluh lantak oleh Perang Dunia II. Kerjasama strategis di bidang pertanian pun mulai direncanakan seiring dengan terbentuknya Masyarakat Ekonomi Eropa MEE atau cikal bakal Uni Eropa melalui Perjanjian Roma tahun 1957. Pada momen historis ini, enam negara pendiri MEE, yakni Jerman Barat, Perancis, Italia, Belanda, Belgia dan Luksemburg, merancang suatu sistem pasar tunggal atau Pasar Bersama untuk membebaskan pergerakan modal, barang dan jasa, serta tenaga kerja di wilayah MEE. Kebijakan Pertanian Bersama atau CAP resmi diluncurkan pada 1962. Tujuan utamanya adalah memenuhi kebutuhan bahan pangan untuk masyarakat Eropa, sekaligus menciptakan taraf hidup yang lebih baik bagi petaninya. Awalnya, CAP fokus pada intervensi pemerintah dalam mengontrol harga komoditas pangan, yaitu dengan menjamin standar harga tinggi di atas harga pasar dunia untuk produk pertanian Eropa. Apabila petani gagal menjual produk di pasar, pemerintah akan membeli komoditas mereka dan menyimpannya di dalam gudang atau mengekspornya. Pada saat bersamaan, petani disokong oleh subsidi ekspor yang cukup besar, mengingat komoditasnya dihargai tinggi di dalam Eropa tapi dijual lebih murah untuk pasar internasional. Akibatnya, petani terdorong untuk memproduksi lebih banyak hasil tani maupun olahan ternak. Sebagaimana diwartakan oleh New York Times pada 1986, surplus komoditas pertanian di Eropa pun tidak terhindarkan. Terdapat total jutaan ton kelebihan mentega, susu, daging sapi, gandum, sampai 300 juta galon alkohol hasil fermentasi tak layak konsumsi, yang sempat populer dengan istilah “danau anggur”. Di balik kacaunya penerapan CAP kala itu, anggaran yang terlampau tinggi juga menjadi sorotan. Pada 1985 misalnya, alokasi dana untuk CAP mencapai 74 persen PDF dari total anggaran belanja Uni Eropa, yang saat itu masih beranggotakan 10 negara. Semenjak itulah anggaran CAP diperketat dan sejumlah langkah reformasi dilakukan. Sejak 1992, sistem proteksi harga perlahan ditinggalkan. Sebagai gantinya, petani diberi kompensasi dalam bentuk pembayaran langsung. Kemudian, tahun 2003, CAP didesain agar lebih berorientasi pasar sistem pembayaran berdasarkan volume hasil tani mulai diallihkan menjadi subsidi per luas lahan pertanian. Kepatuhan petani melindungi alam dan kesejahteraan ternaknya pun turut menjadi prasyarat untuk menerima bantuan langsung. CAP sebagai subsidi untuk petani Seiring dengan perombakan yang menyertainya, CAP pun menjadi semakin matang. Setidaknya terdapat tiga substansi penting di dalam CAP modern, yaitu pembayaran langsung, regulasi pasar dan program pembangunan desa. Pembayaran langsung untuk petani merupakan fitur utama sekaligus komponen terbesar di dalam CAP. Menurut Komisi Eropa, petani perlu disokong oleh pemerintah karena pendapatannya berada di bawah rata-rata gaji tenaga kerja di Uni Eropa. Tercermin dari data sepanjang 2007-2016, penghasilan petani Eropa tak sampai 40 persen dari total rata-rata pendapatan pekerja dari sektor industri lainnya. Pada 2017, Layanan Riset Parlemen Eropa PDF melaporkan petani kecil sebagai kelompok sosio-ekonomi di kawasan desa atau pinggiran kota yang rentan jatuh dalam kemiskinan, di samping etnis Roma dan perempuan. Tidak bisa dipungkiri bahwa tradisi bertani penuh dengan risiko. Petani membutuhkan modal besar, seperti traktor atau mesin-mesin pertanian, sistem irigasi, pupuk dan pestisida atau skema ramah lingkungan lainnya yang berbiaya tinggi. Sektor pertanian juga rentan merugi karena serangan hama dan ketergantungan pada musim dan cuaca. Petani pun masih dibuat pusing oleh liberalisasi perdagangan dan tidak menentunya harga komoditas pasar karena permintaan dan penawaran yang fluktuatif. Kompensasi berupa pembayaran langsung dinilai dapat menjamin kesejahteraan petani, sebagaimana para pemangku kebijakan di Brussels merumuskannya dalam CAP selama ini. Setiap anggota negara Uni Eropa punya kewenangan dan fleksibilitas untuk mengatur bagaimana CAP disalurkan, seberapa besar santunan maupun syarat luas lahan pertanian. Merujuk publikasi Komisi Eropa tahun 2017 , pembayaran langsung tidak dapat dicairkan apabila nominalnya di bawah 100 sampai 500 euro Rp1,6-8 juta atau jika luas tanah pertanian kurang dari 0,3 sampai 5 hektar. Hanya petani aktif yang punya lahan produktif yang boleh mengajukan permohonan subsidi setiap tahunnya. Masih dilansir dari publikasi Komisi Eropa, para petani bisa mengakses pembayaran langsung melalui skema wajib pembayaran dasar per hektar, insentif untuk pertanian ramah lingkungan, tunjangan bagi petani muda plus pilihan misalnya subsidi berdasarkan jumlah produksi hasil tani. Atau, bagi petani yang tanahnya tidak terlalu luas, bisa mengikuti Skema Petani Kecil. Nominal bantuan langsung untuk skema ini ditentukan oleh masing-masing negara, namun jumlahnya tidak melebihi euro sekitar Rp20 juta. Selama 2014-2020, dana sekitar 408 milyar euro dialokasikan untuk 28 negara anggota, termasuk Inggris Raya. Artinya, anggaran CAP nyaris mencapai 38 persen dari total belanja Uni Eropa. Bagian untuk CAP juga merupakan yang terbesar, bahkan di atas program sosial-ekonomi. Sedikitnya 71 persen dari anggaran CAP diberikan untuk subsidi petani. Bagaimana realisasi belanja CAP dalam satu tahun? Sepanjang 2018, 41 milyar euro atau sekitar Rp700 triliun digelontorkan sebagai pembayaran langsung Perancis menjadi penerima jatah paling besar, diikuti Spanyol, Jerman dan Italia. Kemudian, sebesar 2,7 milyar euro sekitar Rp46 triliun digunakan untuk membiayai regulasi pasar, seperti intervensi pemerintah dalam menstabilkan harga komoditas. Sementara itu, agenda pembangunan desa mendapatkan 14,3 milyar euro sekitar Rp240 triliun. Kritik untuk CAP Komisi Eropa mencatat sejumlah kemajuan yang berkaitan dengan penerapan program-program CAP antara tahun 2016-2017. Misalnya, di area pedesaan, tingkat kemiskinan turun dari 26 persen jadi 24 persen, sementara presentase angkatan kerja naik dari 66 persen menjadi 68 persen. Luas lahan pertanian organik pun dilaporkan semakin bertambah, dari yang awalnya hanya 11,9 juta hektar atau 6,7 persen dari total luas tanah pertanian menjadi 12,6 juta hektar. Area pertanian yang mendukung biodiversitas ikut mengalami kenaikan dari 11,1 juta hektar menjadi 11,4 juta hektar. Emisi gas amonia dari aktivitas pertanian juga berhasil direm, dari 3,6 juta ton tahun 2015 menjadi 3,61 juta ton pada tahun berikutnya. Namun demikian, para aktivis dan kaum akademisi tampak kecewa dengan dampak kinerja CAP terhadap keberlangsungan lingkungan dan kesejahteraan petani. Pada 2019, lembaga advokasi agro-ekologi SlowFood PDF dan sejumlah organisasi lingkungan meminta Parlemen Eropa untuk mengubah sistem pertaniannya menjadi lebih sustainable atau berkelanjutan. Permohonan senada disampaikan oleh sekelompok organisasi konservasi hewan, termasuk European Ornithologists Union dan Butterfly Conservation Europe. Organisasi ini mengutip sebuah hasil penelitian yang menyatakan turunnya lebih dari 55 persen populasi burung di lahan pertanian daratan Eropa sepanjang tahun 1980 sampai 2015. Sedikitnya ilmuwan memberikan dukungan terhadap rekomendasi yang dihasilkan dalam kajian ilmiah “Action needed for the EU Common Agricultural Policy to address sustainability challenges" 2020. Studi ini salah satunya menganjurkan kompensasi bantuan agar disesuaikan dengan performa petani dalam mempraktikkan pertanian ramah lingkungan, alih alih berdasarkan kepemilikan lahan per hektar ataupun kuantitas produksi. Sistem pembayaran per kepemilikan luas lahan memang problematis. Selain dikritik tidak menginspirasi gerakan cinta lingkungan, teknik tersebut dinilai tidak pro terhadap petani kecil. Berdasarkan data dari Komisi Eropa tahun 2015 PDF, diketahui bahwa 80 persen subsidi langsung diterima oleh 20 persen petani yang memiliki lahan seluas 100-500 hektar. Sementara itu, 20 persen dana sisanya diberikan untuk 80 persen petani kecil yang luas lahannya kebanyakan di bawah 5 hektar. Di Inggris Raya misalnya, investigasi oleh Unearthed mengungkap sejumlah barisan elite dan aristokrat ada di antara 100 penerima subsidi CAP terbesar pada tahun 2015, mulai dari milyarder Sir James Dyson sampai Duke of Westminster dan Lord Iveagh dari keluarga bangsawan Guinness yang mewarisi berhektar-hektar lahan pertanian dari generasi sebelumnya. Menurut penelitian 2020 oleh Scown, Nicholas dan Brady, subsidi langsung CAP pada tahun 2015 memang lebih banyak menyokong daerah-daerah yang pertaniannya relatif sudah makmur. Akibatnya, CAP justru memperparah ketimpangan upah antara petani kaya dan miskin. Studi ini di antaranya menyarankan agar subsidi untuk daerah yang pendapatannya sudah di atas median upah Uni Eropa dialihkan untuk strategi biodiversitas, atau untuk mengembangkan pertanian hijau di kalangan petani kecil yang lebih membutuhkan dukungan. Dampak CAP terhadap Negara Berkembang Di balik berbagai tuntutan reformasi CAP agar lebih inklusif dan pro-lingkungan, pada intinya CAP tetaplah sebuah sistem kebijakan yang proteksionis. CAP bertujuan memenuhi kebutuhan pangan di Uni Eropa sekaligus menjaga kemakmuran petaninya, atau dengan kata lain mengurangi ketergantungan impor. Melalui sistem pemberian subsidi, CAP senantiasa mendorong petani Uni Eropa untuk terus memproduksi lebih banyak, yang kelebihan hasilnya selalu bisa diekspor. Hal itu pun turut berdampak pada aktivitas pertanian negara di luar Uni Eropa. Seperti disampaikan Thomas Fritz dalam laporan “Globalising Hunger” PDF, 2011, perjanjian perdagangan bebas selama ini telah “mendorong negara-negara berkembang agar membuka pasarnya untuk surplus produksi Eropa”. Petani di kawasan negara-negara berkembang yang tak kuasa bersaing dengan produk-produk sokongan Uni Eropa akhirnya dihadapkan pada “risiko disingkirkan oleh kompetisi yang tidak adil”. Dilansir dari Euractive yang meliput hasil kajian tahun 2019 oleh asosiasi riset GRET dan jaringan lembaga swadaya internasional Coordination SUD, “dampak merusak” CAP bisa disaksikan pada praktik dumping untuk harga gandum dan susu bubuk di Afrika Barat. Laurent Levard dari GRET menyampaikan kepada Euractive bahwa harga susu bubuk impor di Afrika Barat bisa ditekan sampai 40 persen lebih murah dibandingkan harga susu lokal, sehingga masyarakat setempat memilih untuk beli susu impor daripada berinvestasi pada produksi susu lokal. Infografik Common Agricultural Policy CAP. Selain itu, Uni Eropa selama ini diketahui suka mengimpor kacang kedelai dan produk olahannya untuk pakan ternak. Masih dikutip dari laporan GRET-Coordination SUD, model peternakan yang intensif di Uni Eropa punya andil sebagian dalam meningkatkan ekspansi lahan pertanian kedelai di negara-negara Amerika Selatan, seperti Brasil dan Argentina. Alokasi lahan untuk memenuhi kebutuhan bahan pangan lokal di negara-negara berkembang pun otomatis jadi berkurang. Singkatnya, perubahan yang ditimbulkan oleh regulasi CAP terhadap aktivitas pertanian di Uni Eropa kelak berdampak pula terhadap ketahanan tani dan pangan di belahan dunia lain. Pertanian, Sektor Andalan Alokasi dana CAP untuk periode 2021-2027 mencapai sedikitnya 356 milyar euro, lebih kecil dari jatah periode sebelumnya. Keluarnya Inggris Raya dari keanggotan Uni Eropa sedikit-banyak mempengaruhi turunnya dana CAP karena mereka tidak lagi menyumbang untuk anggaran bersama. Terlepas bahwa anggaran CAP cenderung turun dari masa ke masa, jumlahnya tetaplah signifikan. Artinya, bagi Uni Eropa, sektor pertanian dan pangan masih jadi andalan yang patut diperjuangkan. Sebagaimana disampaikan oleh Paolo de Castro, anggota Kelompok Aliansi Progresif Sosialis dan Demokrat di Parlemen Eropa pada bulan Juli silam kepada Euronews, anggaran CAP yang mahal “bukan hanya untuk 10 juta petani” melainkan juga “untuk 450 juta orang” yang hidup di penjuru Uni Eropa. - Bisnis Penulis Sekar KinasihEditor Windu Jusuf
negara negara eropa sangat menyukai produk dari serat